Powered By Blogger

Selasa, 25 Januari 2011

SURAT BERDARAH UNTUK PRESIDEN

Permasalahan ketenagaan kerja indonesia di luar negeri hampir penuh sesak dengan dengung sekitar pelecehan, pemukulan, pemerkosaan, air mata, kesedihan yang tak putus-putus, kepenatan yang tak surut-surut, kebingungan, gaji yang tak kunjung dibayar meski kerja dengan keringat yang kering bercucuran, berpeluh-peluh di bawah mata amarah sang majikan, dan banyak yang telah hancur harga dirinya, baik sebagai pribadi maupun mewakili nusantara raya Indonesia.
Mengharap perlindungan dan pembelaan dari negara? riskan, kawan...sungguh riskan harapan itu. Carut marut yang terjadi di dalam negeri cukuplah untukmu untuk sedikit saja mengerti, pemerintah tak punya waktu untuk mengurus persoalan anak negerinya yang menjadi budak di negeri orang. Budak, kawan...tak lebih, okelah bisa kurang kalau engkau agak memaksa. Maka seperti yang dikatakan Andrea Hirata dalam bukunya, mengharap bahagia datang dari pemerintah, itu riskan kawan....sungguh sangat riskan.
Namun teman-teman kita yang menjadi buruh imigran di Hongkong ternyata memiliki semangat sekuat karang, bagaimana tidak, di tengah tubuh penat mereka yang seharian membanting tulang di negeri Beton mereka masih menyisakan waktu untuk mencurahkan perhatian demi menghasilkan karya yang menggambarkan suara hati mereka. Tuhan paham betul, orang-orang yang kini sedang duduk di sebuah kantor nyaman di gedung-gedung tinggi yang mengaku bekerja untuk negeri padahal hanya mengincar pundi-pundi, bahkan tak ada waktu untuk menulis sebuah karya. Sebagian karena otak mereka memang tidak berisi, sebagian karena ketakutan liar bahwa hanya keburukan,keburukan, dan keburukan ketika mereka mulai menulis.
Inilah sampul buku itu, kuharap aku bisa segera mendapatkannya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar