Powered By Blogger

Rabu, 16 Desember 2015

DIRI KITA DALAM SETYA

Kasus ini menjadi makin rumit. Setya menyerang balik Sudirman Said dengan tuduhan pencemaran nama baik melalui polisi. MKD makin sulit dibaca arahnya. Keberpihakannya pada kebenaran dan amanah kehormatan dewan semakin dipertanyakan. Bau busuk ini sejatinya mulai menguar saat Sudirman Said sebagai pelapor justru dicecar dan didudukkan layaknya tersangka. Dipertanyakan motivasinya, keaslihan rekamannya, legal standing posisinya. Berputar-putar dan terus berkutat pada hal yg sama. Justru meminta Sudirman minta maaf pada Setya karena melaporkannya. Maroef Sjamsuddin bernasib sama. MKD mencecarnya, menanyakan motivasi presdir Freeport itu merekam dan membocorkannya ke media. Ada kongsi besar apa antara Maroef dan Sudirman menghajar Setya dan hendak menghancurkan karirnya?
MKD pura-pura bertanya. Publik makin dibuta-butakan, digiring-giring opininya,dibuat semakin kabur akar masalahnya. Dijauh-jauhkan dari kebenaran. Dibuat percaya sistem hukum sedang bekerja untuk membongkar ini semua. Padahal tak lebih dari sandiwara saling lirik mata. Menutupi grand design busuk jalinan rumit manusia-manusia yg saling tikam untuk berebut jatah haram atas nama negara.
Kasus ini menjadi makin rumit. Tak jelas lagi siapa kiranya bajingan siapa pahlawan. Masing-masing saling serang. Masing-masing merasa pihaknya yg benar. Kita yg duduk di depan televisi dibuat takjub bagaimana bualan-bualan dipoles menjadi kebenaran.
Berpikir kasus ini, berpikirlah yg rumit, berpikirlah sistemik. Berpikirlah siapa di balik siapa, mengapa dibalik apa. Berpikirlah luas atas segala kemungkinan. Di negara di mana hukum jadi permainan, setiap orang layak dicurigai bajingan.
Mengapa Sudirman melaporkan Setya? Ada angin apa ia mendadak tampil pahlawan? Siapa penyokong Sudirman? Ada dendam apa dia pada Setya dan kongsinya?
Apa motivasi Maroef membeberkan ini semua? Kenapa dia tak memilih diam dan main bawah dgn salah satu pihak? Bukankah ini membuat publik makin tahu Freeport seperti apa?
Atas dasar apa berani-beraninya Setya memakai nama Jokowi,Kalla, dan Luhut untuk bernegosiasi memakan divestasi saham Freeport?Adakah dia cuma sekedar bernyali tinggi untuk membual? Ataukah dia mendapat dorongan dari Ical dan Prabowo agar kue dimakan bersama? Ataukah dia benar lari diam2 dari KMP dan buat kongsi dgn Jokowi-Kalla-Luhut?
Apa Kalla tak terlibat? Benarkah dugaan Kalla membawahi Sudirman dan Maroef untuk melancarkan jalan memakan saham Freeport untuk perusahaannya? Dimana posisi Luhut? Apakah bisnisnya tak ikut terlibat?
Benarkah Jokowi bersih betul dari urusan ini? Apa benar dia sekedar incaran pihak Kalla dan KMP untuk mendapatkan tanda persetujuan bagi2 divestasi saham? Apakah Jokowi murni hatinya untuk tak mendapat apa2 dari pesta besar uang dolar ini?
Bagaimana dgn Mega dan bantengnya?
Ada apa gerangan Riza Chalid disana? Ia konon adalah cukong Prabowo dan KMPnya? Jangan2 Riza adalah mata rantai dari keterlibatan grup bisnis Ical, Prabowo, dan antek-anteknya.
Semua ini menjadi tanya. Dan setiap kemungkinan jawaban akan melahirkan anak2 pertanyaan lainnya. Tak pernah berhenti. Selalu ada sisi tersembunyi.
Sesungguhnya kasus Satya adalah wajah kita. Watak bangsa yang sulit untuk bicara gamblang. Menyatakan lantang yang benar adalah benar dan salah adalah salah adanya. Watak bangsa yg gemar mengkabur-kabur, membelok-belokkan kenyataan. Memplintir yg sebenarnya sudah jelas. Bersembunyi dalam kata-kata yg dipercantik. Tampak gagah di depan padahal pengecutnya bukan kepalang. Saling tuding dan suka menikam dari belakang. Satya adalah kita. Ia tak lebih dari perwakilan watak bobrok bangsa ini.
Sesungguhnya kasus Satya tak serumit ini bila tak di Indonesia. Di China, org semacam Satya akan dgn cepat dinyatakan bersalah, mencatut lembaga kepresidenan dan mempermalukan negara. Ia akan berdiri di depan regu tembak tanpa penutup mata. Peluru akan menyasar kepalanya, bukan jantungnya. Sebab jantungnya, begitu pula liver dan ginjal, akan dipanen setelah rebah tubuhnya. Dimasukkan dalam bank donor dan diberikan pada yg membutuhkannya. Setidaknya ia mati menanam pahala. Di Jepang nasib org semacam Setya tak jauh berbeda. Tekanan masyarakat di sana bahkan jauh lebih besar. Negara tak perlu repot-repot agendakan hukuman. Ia akan dgn sadar membuat upacara bunuh dirinya sendiri. Berpakaian kimono putih,menusukkan katana merobek perut sisi kirinya. Tumbang dan bersimbah darah dalam kematian yg diyakini terhormat.
Itu disana. Di sini kasus ini hanya kegaduhan di awal. Ribut-ribut, gonjang-ganjing, berlarut-larut, dibiarkan mengambang lama tanpa putusan. Lalu boom! ada rekayasa kasus lain pengalih perhatian dan mendadak publik amnesia pada yg sudah-sudah. Persis ereksi gagal orgasme dan ejakulasi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar